Rabu, 06 Mei 2009

ZAMAN MODERN ATAU JAHILIYAH

”INI ZAMAN MODER”

BUNYI SPANDUK

YANG TERPASANG PADA BILBOARD TENGAH KOTA

TERBENTANG DI GAPURA-GAPURA DESA

DI LANGIT BULAN PUCAT

KEHILANGAN WARNA

BINTANG KEHILANGAN TERANG


”INI ZAMAN MODERN”

BUNYI SEBUAH KORAN PAGI

DENGAN HEAD LINE BERITA

SEIBU PERAMPOKAN

SERIBU PEMBUNUHAN

SERIBU PERKOSAAN

SERIBU KORUPSI

SERIBU KOLUSI

SERIBU MANIPULASI

SERIBU PERZINAHAN

SERIBU PELACURAN

SERIBU PENINDASAN

SERIBUPENGGUSURAN


”INI ZAMAN MODER, BUNG”

SERU SEBUAH SUARA

DARI SOUND SYSTEM KEKUATAN SEJUTA WATT

YANG DIPANCARKAN DARI GEDUNG SERIBU TINGKAT

LAKI-LAKI BOLEH BERAMBUT SEPINGGANG

BERLIPSTIK DAN MEMAKAI ANTING

WANITA BOLEH BERAMBUT CEPAK

BERCELANA KETAT ATAU MEMBUKA AURAT

PARA BAPAK BOLEH LUPAKAN ANAK

DEMI KEKAYAAN DAN KESENANGAN

PARA IBU BOLEH LUPAKAN DAPUR

CARI APA SAJAYANG MENGHIBUR


”INILAH GAYA HIDUP MODER” UJAR SEPASANG ANAK MUDA

DENGAN RAMBUT BERWARNA GAYA PUNK

PAKAIAN GAYA METAL

PIZZA DAN FRIED CHIKEN JADI MAKANAN HARIAN

WISKY DAN BIR JADI MINUMAN KESEHATAN

PUTAW DAN ECTASY JADI OBAT FLU

PIL-PIL ANTI HAMIL JADI GULA-GULA

MAKANAN RINGAN GADIS REMAJA


”INIKAH ZAMAN MODERN?’

TANYA HATIKU

SAAT KUSUSURI LORONG-LORONG KOTA

WAJAH-WAJAH KEHILANGAN BENTUK

LANGKAH-LANGKAH KEHILANGAN ARAH

WARNA-WARNA MENGABUR

ADZAN BERUBAH JADI NYANYIAN

SHALAT DIJADIKAN GERAK BADAN

TUHAN DIGANDAKAN

DUNIA JADI SERBA TUHAN

AKHIRAT JADI CERITA KHAYALAN

AGAMA JADI PERMAINAN

NORMA DAN MORAL JADI HIASAN


”AKU HIDUP DIZAMAN MODERN”

BISIK HATIKU

SAAT KUTATAP CERMIN

WAJAHKUPUN TAK KUKENAL LAGI

Munajat

Wahai yang meninggikan langit
Wahai yang menghamparkan bumi
Wahai yang menegakan gunung
Wahai yang menciptakan unta
aku yang terkapar
dilindas zaman
dihimpit peradaban
tersesat di lorong-lorong waktu
hitam
merangkak mengetuk pintu-Mu

Wahai yang menghidupkan yang hidup
Wahai yang mematikan yang hidup
Wahai yang menurunkan hujan
Wahai yang menyalakan api
Wahai yang menumbuhkan benih
apakah tangan-Mu mau merengkuhku
setelah lama lidahku alpa mengeja asma-Mu
adakah kasih-Mu menyejukan kalbuku
setelah lama kukosongkan dari cahaya-Mu
apakah maghfirah-Mu menyiram tubuhku
setelah lama kugadaikan pada nafsu hitamku

Wahai,
aku tahu tak pantas masuk surga-Mu
namun jangan masukan aku ke dalam neraka-Mu
jangan kau bakar dengan api-Mu

Wahai yang maha pengampun
Aku mohon ampunan-Mu

Selasa, 10 Maret 2009

Kusapa Kotaku

: Tangerang


Selamat pagi kotaku,
Senyummu kenes
Kerling mengundang
Laron dan kumbang
Mengejar cahaya
: mereka datang dari barat dan timur
berimpit-impit di petak sempit
tiap pagi antri
dengan handuk dan sikat gigi
berpacu dengan bayang-bayang matahari

Selamat siang kotaku,
Kau makin cantik
Bahu kekar dada bidang
Apartemen dan real estate
Suaramu lantang
Gemuruh pabrik, deru motor, mobil dan dendang pramuniaga

Selamat malam kotaku,
Gemerlap lampu. Aneka warna
bunga plastik
Berlapis lipstick
Lagu dangdut, nyanyian nigth club
Dzikir para pencari dalam tahajud
Berpadu di rongga dadamu

Selamat Berpisah

Inmemoriam : M. Agustian
: selembar daun gugur
menyatu kembali dengan bumi


ruang hampa
malam basah. pekat tanpa bulan

”penyakit itu. penyakit itu”, serunya
bibirnya bergetar. lelah
sendu. matanya menatap
lukisan cita-cita
yang ia susun dari puing-puing impian
luruh. satu-satu disapu angin
air matanya membatu

”aku akan pergi
bersama angin”, lirihnya
dilukisnya kenangan pada dinding waktu
ia pagut duka di ujung waktu

”selamat berpisah”, ucapnya
dipenghujung napas
saat angin bulan maret
menghempaskannya
pada malam tak bertepi

Perbincangan Senja di Tawangmangu

Kepak sayap kelelawar menjemput senja
senja jatuh di celah-celah ranting
mengundang angin dan kabut
menggerakkan sepi turun ke lereng-lereng bukit
aku ingin kesejukan
yang mengisi ruang hampaku, katamu.
saat butir-butir air grojogan sewu
diterpa angin kemarau
hinggap di wajahmu
Sebatang ranting patah
saat seekor monyet loncat
terkaget ketika kita lewat
jalanku mendaki, rapuh dan berbatu, katamu
saat langkah kita menapak tangga-tangga tanah
kau harus sampai ke puncak, kataku
edelweiss ungu
ilalang biru
terhampar di puncak Lawu
Matahari menua di puncak pinus
beberapa burung gereja pulang ke sarang
bunyi air menimpa batu
grojogan sewu
sayup. Mengiris ruang hampa di dada
aku ingin pinus tumbuh di ruang hampaku
tegar, sejuk dan harum, bisikmu
saat kita sampai di pintu gerbang
nafasmu lelah
tatapmu gelisah
puncak Lawu dililit kabut
saat kau berlalu
meninggalkan bayang-bayang senja depanku

Suatu Malam Di Tepi Kali Cisadane

suatu malam di tepi kali cisadane
bulan-bintang di atas kubah
rebah
tenggelam di bawah jembatan

bidadari-bidadari
meniti pelangi. lampu mercury
mandi cahaya
kembang plastik
berpoles lipstick
yang baru kuncup
malu-malu
yang telah mekar
menebar aroma
: Joko Tarub, Joko Tarub
tak perlu mengintip
mencuri selendang bidadari
siapa yang bayar
silahkan petik kembang

Senin, 12 Januari 2009

Lukaku

kugarami lukaku
ingin kurasakan perih yang dikabarkan burung
luka-luka menganga di delapan penjuru angin :
luka orang-orang yang terkapar sabtu pagi
tanggal dua puluh tujuh juli
luka orang-orang yang terpanggang
tanggal dua belas mei petang
luka dom
luka ambon
luka poso
luka priok
luka irak
luka bosnia
luka palestina
luka afghanistan
luka kashmir
kabar dari angin :
luka-luka itu telah membusuk
menggerogoti seluruh organ
menyemaikan virus
menjalar ke setiap sudut :
meledak di bali
meledak di jakarta
meledak di batam
meledak di medan
meledak di palu
meledak di riyadh
meledak di checnya
meledak di moscow
meledak di new york

telah kusiramkan asam di atas lukaku
agar kurasakan sakit yang dihembuskan angin barat:
lukameulabohlukabireunlukabandaacehlukasibolgalukaalorlukanabire
lukaistrilukasuamilukaanaklukaibulukaayahlukakakaklukaadik
lukaburunglukabungalukapohonlukahutanlukalautlukagunung

aku rasakan pedih lukaku
tapi lukaku luka tergores duri

Indonesia Telah Kukibarkan Bendera Setengah Tiang

indonesia, telah kukibarkan bendera setengah tiang :
ribuan keranda mayat
berbaris dari leuser sampai puncak jaya
ribuan liang lahat
tergali di rimba sambas, kebun pala halmahera, rimbun pohon koka tepi danau poso
esok, di sudut negeri sebelah mana peluru diletuskan
parang ditebaskan

indonesia, telah kukibarkan bendera setengah tiang :
berita-berita ditulis dengan tinta meah
darah mendidih di kepala
mata membara
esok, kota mana yang dihanguskan
bangunan apa yang diledakkan

indonesia, telah kukibarkan bendera setengah tiang :
piring-piring telah lama tak bernasi
puting susu ibu tak lagi berasi
mesin-mesin pabrik tak lagi digerakkan
bocah-bocah kehilangan masa depan
esok, bayi kampung mana mati kurang gizi
anak negeri sebelah mana yang gantung diri

indonesia, telah kukibarkan untukmu bendera setengah tiang!

Kepada Pendaki Malam

Tetaplah melangkah dalam pendakian sunyi atau
Kembali dalam keriuhan
Sebab hidup adalah pilihan

Kau dapat kembali ke kota
Menikmati keriuhan
Gemerlap malam
Simponi kehidupan
Atau kembali ke peraduan
Mimpi memetik rembulan
: membakar usia dalam kesia-siaan

Tetaplah melangkah dalam pendakian
Menyusuri hutan dalam temaram cahaya malam
Langkahmu akan dikekalkan rumputan
Desah nafasmu dikenang serangga malam
Keringatmu diabadikan dedaunan
Dihempaskan angin menjadi embun kesejukkan
Lelahmu akan terpahat di tebing-tebing bebatuan

Bangkit dan teruslah melangkah
Mungkin ada jurang yang akan menelan
Binatang hutan yang akan menerkam
Yakinlah
Pendakian akan berakhir di padang bunga abadi
Disambut matahari pagi

Senin, 05 Januari 2009

Perahu Kertas

belajar dari kematian
hewan, tanaman dan teman
aku perahu kertas
terapung-apung dimainkan arus
menunggu waktu kapan akan kandas

sebuah perahu kertas
dari bahan berkualitas
hanya sesaat berlayar
kemudian karam

Dalam Sholat

Kuseru Kau dalam takbir-takbirku
Untuk hadir di kalbu
Cahaya-Mu mentari
Nyala temaram lentera di sudut hati

Allohu Akbar
Kulayarkan perahu sholatku
Kuarungi luas samudra Asma-Mu
Kucari ma’rifatku
Firman-Mu :
Aku lebih dekat dari urat lehermu

Dalam ruku dan sujud
Kubaca peta firman-Mu
Kukayuh perahu menuju pulau-Mu
Rindu aku berlabuh di pantai-Mu

Anakku

Saat kau lahir
Rintih ibu mendesir di telinga
Aku baru tahu
Nyawa ibu hampir lepas untukku

Saat tangismu lepas diujung malam
Kantuk ibu menggedor kepala
Memecahkan mimpi yang kurangkai

Saat kaki kecilmu menjelajah ruang
Keringat ibu menetes di punggungku
Napasnya memburu di dadaku

Saat demam menyengat tubuhmu
Cemas ibu menggetarkanku
Tajamnya mengiris hati

Saat kau lahir
Aku baru tahu siapa ibu