Jumat, 26 Desember 2008

Bharata Yudha

bulan terpenggal di pucuk pohon
saat pedang Kurawa dan Pandawa saling menebas
darah meresap ketulang-tulang daun
rintihnya dinyanyikan burung
disebarkan angin ke sudut-sudut negeri
: ribuan telinga menikmatinya
dari café, ruang tamu dan kamar tidur

bintang pecah di atas rimba
saat panah Arjuna dan Karna saling menghujam
serpihannya bertaburan diterbangkan angin
diserap akar. Mengubah warna rimba dan aroma bunga
: ribuan mata menikmatinya
dari video, televisi dan galeri

matahari retak di khatulistiwa
saat gada Bima dan Durjudana saling menghantam
percik bara membakar rimba
mengusir ribuan nyawa dari tanah kelahiran
: ribuan pena menulisnya menjadi cerita
memajangnya di toko buka dan kios koran

langit koyak di atas kota
saat tangan perkasa Dursasana
merampas lembar terakhir kain Drupadi
pesonanya menggetarkan isi kota
terpajang di situs, tabloid dan vcd XXX
: ribuan mata terbelalak
di kantor, warnet dan ruang kerja.

awan pekat di atas kurusetra
saat Dorrna dan Sengkuni jumpa media masa
di atas tubuh parjurit pandawa dan kurawa
: ribuan wartawan menulisnya jadi headline berita
di koran, televisi dan majalah

Catatan Bulan Juni

Seperti mengulang kembali
Catatan lama
Dari buku harian yang telah kurobek

Hujan tiba-tiba saja datang
Saat matahari terang
Bunga-bunga yang baru kuncup
Kembali gugur

Tiba-tiba saja kau datang
Bayangan masa silam
Kita berbincang
Bertukar mimpi
Bulan separuh tertutup awan
Laut yang gelisah
Gelombang yang datang dan pergi
Rongga dada hampa
Perahu tak bernakhoda
Cinta yang salah sasaran

Seperti peristiwa yang lalu
Puisi-puisi kemudian lahir
Kau menjadi padang rumput :
Selalu kurindu

Seperti bulan Juni bertahun silam
Ketika lembar almanak kurobek
Aku kehilangan sepotong usiaku
Aku kehilangan sepotong hatiku
Dan hujan
Menghanyutkan mimpi-mimpi yang kubingkai

Suratmu Telah Aku Terima

Suratmu telah aku terima
Selembar kartu pos bergambar :
Laut dan ombak
Bertuliskan tinta merah muda
Di atas kertas abu-abu

Telah kupertegas jarak antara kita
Kemurnian rasa telah kubangun melalui seribu doa
Pelayaranku tak lagi menuju pelabuhan
Juga hatimu
Sampanku hanya mengikuti tarikan angin
Menembus misteri samudra
Menapak kembali perjalanan Nuh
Memburu matahari senja berlabuh


II
Baik, baik aku akan bersujud sebelum fajar
Tapi bukan bertaubat karena perasaan
Cinta yang terselip di lembaran buku
Ruh dari sajak-sajakku
Telah ditulis tangan-Nya dalam penciptaan
Semesta dengan misterinya
Dan dosa selalu ada dalam setiap tarikan nafas
Mengalir di urat-urat nadi

Wanita itu adalah Ibuku

Wanita yang mendayung sampan
dengan sebelah lengan. sendiri
menebar jala diantara gelombang
mengais garam diantara badai

Dialah ibuku

Wanita yang menampung tetes demi tetes
air matanya dalam cawan anggur
menyimpan titik demi titik keringatnya
di lemari es
untuk anak-anaknya yang haus

Dialah ibuku

Wanita yang membakar mimpi-mimpi hidupnya
menghisap darah-nanah dari luka anak-anaknya
membasahi sajadah dengan air mata dan harapan
melontarkan do’a disetiap ujung malam

Wanita itu adalah ibuku

16/06/99

Hujan Turun Bulan Juni

hujan turun bulan juni
saat matahari bergeser ke utara
lewat kaca jendela kita memandang :
jari-jari hujan memetik kuntum yang baru kuncup
dari pohon yang kita tanam
meruntuhkan istana pasir yang kita bangun
menghapus jejak kaki di pesisir

hujan turun bulan juni
merampas matahari senja dari laut
merampas purnama dari bukit
menghadirkan kabut di sudut kalbu

hujan turun bulan juni
saat matahari bergeser ke utara
menghanyutkan mimpi-mimpi yang kubingkai

16/06/99